A.
Latar Belakang
Pasca berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1900an, isu-isu
yang mengenai masalah lingkungan hidup mulai diutamakan dalam hubungan
internasional. Masyarakat internasional mulai peduli terhadap isu-isu
lingkungan seperti sumber daya alam, penipisan lapisan ozon dan global warming,
untuk menghadapi isu tersebut masyarakat internasional mencoba berusaha untuk tidak mengacuhkan
dampak-dampak yang diakibatkan dari aktifitas industrialisasi yang marak saat
ini.
Kepedulian
akan lingkungan saat ini boleh juga diakibatkan dari berbagai bencana yang
menimpa negara Jepang
pada
tahun 2011 gempa bumi dan tsunami di Jepang menyebabkan reaktor Nuklir pembakit
listrik terbakar dan juga menimbulkan radiasi yang dapat mengancam bagi dunia internasional termasuk di Indonesia.
Reaktor
Fukushima Unit 1 sampai 4 termasuk dalam skala 4 dalam INES (International Nuclear and
Radiological Event Scale) mengalami kerusakan yang diakibatkan bencana gempa yang dasyat
ini. Ini membuat
bahaya masih membayangi adanya
kecelakaan di sekitar PLTN Fukushima.[1]
Gedung reaktor mengalami
kerusakan yang cukup parah, termasuk suppression pool (kolam penurun
tekanan) dan adanya kebakaran
pada gedung reaktor yang berguna
untuk menyimpan bahan bakar bekas. Ledakan yang terjadi membuat gas hidrogen terakumulasi, akibat reaksi air dengan selongsong
bahan bakar pada suhu tinggi.
Ledakan pada reaktor nomor dua mengakibatkan kurangnya kekuatan struktur pelindung di sekitar reaktor dan
meningkatkan resiko kebocoran lebih besar, pernyataan ini dinyatakan oleh Badan Energi Atom Internasional. Tindakan darurat telah
dilakaukan para pekerja dengan menggunakan
air laut untuk mendinginkan batang bahan bakar nuklir pada reaktor nomor dua dikarenakan sistem pendingin mati minggu lalu akibat gempa dan tsunami
yang menghancurkan Jepang timur laut.
Batang-batang
bahan bakar itu menjadi teramat panas dan mulai meleleh dan melepaskan radiasi
yang sangat tinggi , setelah menguapkan air lewat pendingin lebih cepat dari
pada seharusnya. Pada hari Selasa, IAEA juga menyatakan pada kolam penyimpanan batang bahan
bakar nuklir mengalami kebakaran yang telah terpakai di unit nomor empat PLTN
itu, dan bahan radioaktif itu langsung lepas ke udara, dengan tingkat setara
4000 kali sinar X tiap kali orang dipotret dengan sinar itu. [2]
Peningkatan terus terjadi pada level radiasi
akibat ledakan di fasilitas nuklir Fukushima Daiichi. Peningkatan radiasi ini kemungkinan berpotensi mencapai Kota Tokyo serta membahayakan kesehatan
warga. Radiasi ini juga meningkatkan kekhawatiran pemerintah
berbagai negara. Beberapa negara, seperti China, Rusia, Jerman, Malaysia,
Singapura, dan Thailand mengambil langkah untuk
mengantisipasi penyebaran radiasi nuklir Jepang ini.
Negara-negara sudah mulai mengantisipasi dan mengetes ulang makanan dan minuman yang diimpor dari Jepang. Banyak macam tindakan mereka lakukan untuk mengurangi kekhawatiran oleh radiasi ini seperti
mengevakuasi warga negaranya dari zona tak aman hingga pemeriksaan terhadap
makanan yang diimpor dari Jepang.
Bahan
radioaktif dari Jepang dikatakan
sudah sampai ke negara Malaysia. Apakah radiasi itu menyeberang ke
Indonesia? Ini dinyatakan dari laporan Kementerian Ilmu, Teknologi dan
Inovasi (MOSTI), bahan radiasi itu diterbangkan oleh angin yang bertiup ke arah barat dan selatan,
sehingga bisa sampai ke Malaysia. "Bahan radioaktif ini telah menyerang ke Malaysia dan sudah bercampur tetapi kami akan
memonitor situasi," kata Liow (Menteri
Kesehatan Malaysia)
kemarin, seperti dikutip The Star.[3]
B. Tinjauan Teoritis
Adanya Ketertarikan terhadap
lingkungan, membuat adanya efek
positif
pada tahun 1960an. Buku yang dikarang oleh Rachel Carson sewaktu itu membuat pengaruh besar berjudul Silent Spring (1962).[4] Sesaat dimulainya revolusi industri
lingkungan dianggap merupakan hal yang sangat penting. Di karenakan, pada saat revolusi industri produksi
meningkat sehingga akan berdampak pula
pada peningkatan penggunaan sumber daya alam dan banyaknya penggunaan sumber daya itu
berlawanan dengan kepedulian lingkungan hidup. Di dalam tulisannya pada buku Silent
Spring ini mulai mengupayakan manusia untuk ‘hidup dengan
alam’ dengan tidak merusak alam tersebut. Dengan banyak nya bencana membuat manusia mulai
memikirkan kepedulian akan lingkungan.
Pada
tulisan mengenai bencana yang menimpa negara Jepang pada tahun 2011 menyebabkan
reaktor Nuklir pembakit listrik terbakar dan juga menimbulkan radiasi yang dapat mengancam bagi dunia internasional termasuk di Indonesia, menggunakan
perspektif Green Thought. Disini Green Thought menekankan perubahan radikal dengan membentuk organisasi sosial
politik dikarenakan banyak
hal-hal buruk yang banyak
dilakukan manusia saat ini semacam konsumerisme, eksploitasi alam, serta
penindasan kelompok sosial tertentu dan menuntut untuk kepedulian lingkungan hidup hidup manusia.
Green Tought menolak pandangan antroposentris dilihat dari masalah lingkungan murni
dari sisi kemanusiaan (human-centered). Green Tought lebih setuju kepada ekosentris yang berusaha untuk mengutamakan dan mempriotaskan sifat-sifat alam. Green Thought mengatakan krisis lingkungan ini perlu disesuaikan saat menjelaskan hubungan antara
manusia dan alam. Adanya banyak
pilihan-pilihan oleh Green Thought pada pandangan-pendangannya
mengenai hubungan antara kehidupan manusia dengan lingkungan hidup dunia.
Green
Tought tidak menyetujui adanya
pembangunan yang lebih menjunjung tinggi pertumbuhan ekonomi daripada kualitas
lingkungan hidup. Dengan adanya
pertumbuhan ekonomi dan banyaknya pembangunan di sisi lain malah
memperburuk kondisi lingkungan sekitarnya, walaupun pembangunan memang diperlukan untuk mencapai
kesejahteraan ekonomi pada suatu Negara. Oleh
sebab itu Green Tought ini menekankan para aktor pembangunan dari negara-negara yang mempriotaskan pertumbuhan
ekonomi
agar lebih memperhatikan dampak dari perbuatannya terhadap aspek lingkungan bagi masa depan dunia internasional.
Kehidupan manusia
mulai diganggu dengan meledak nya reaktor nuklir Jepang yang menyebabkan
radiasi yang berbahaya. Ini yang dirasakan oleh negara Indonesia, kekhawatiran
negara Indonesia terhadap radiasi nuklir Jepang ini membuat masyarkat pun
panik. Kekhawatiran lain
yang timbul adalah kemungkinan terpaparnya
makanan dan minuman yang diimpor dari Jepang oleh radiasi nuklir, ini membuat pemerintah
Indonesia bertindak cepat mengatasi masalah ini.
Apabila manusia terkena radiasi pada dosis yang cukup tinggi akan dapat membunuh seketika. Pada Dosis
akut yang lebih rendah, jarang menyebabkan bahaya langsung bagi kehidupan
seseorang, namun dengan jauhnya jarak antara Indonesia
dengan Jepang tidak akan berdampak buruk bagi masyarakat Indonesia.
Sudah ditegaskan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
bahwa Indonesia aman dari bahaya radiasi
nuklir Jepang. Bahaya radiasi nuklir hanya dalam radius 20-30 kilometer
dari reaktor Nuklir di Jepang. "Kedaruratannya bersifat lokal
tidak lingkup negara. Jadi masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir akan
adanya radiasi nuklir," kata Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
As Natio Lasman.[5]
Jumlah Kata 1016
DAFTAR
PUSTAKA
Steans, Jill dan Llyod Pettiford. 2009. Hubungan Internasional: Perspektif dan
Tema. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cahyaniar
. Green Perspektif. http://cahyaniar-c-a-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46969-SOH201-Green%20perspectives.html. Pada tanggal 29 Mei 2012
[1] Tiara. Bahaya
Radiasi Nuklir Jepang
http://www.tiaraantik.com/hot-news/bahaya-radiasi-nuklir-jepang.html. pada tanggal 29 Mei 2012
[2]Karodal. Radiasi Nuklir Jepang. http://karodalnet.blogspot.com/2011/03/radiasi-nuklir-jepang.html. Pada
tanggal 29 Mei 2012
[3] Dikutip dari Radiasi Nuklir Jepang Mendekati
Indonesia?. http://www.tempo.co/read/fokus/2011/03/31/1812/Radiasi-Nuklir-Jepang-Mendekati-Indonesia. Pada tanggal 29 Mei 2012
[4]
Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas, 2005. Introduction
to International Relations, Perspectives & Themes, 2nd edition, Pearson & Longman, Chap.
8, pp. 203-228.
[5]
Di akses dari http://erabaru.net/top-news/37-news2/24093-radiasi-nuklir-jepang-bersifat-lokal. Pada tanggal 29 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar